Jae Hyeok Shin, profesor bidang politik dan hubungan internasional Universitas Korea. Foto: Marcheilla Ariesta
Seoul: Kesepakatan lima poin konsensus (5PC) oleh para pemimpin negara ASEAN, dirasa tidak efektif membantu Myanmar keluar dari krisis politik. Kesepakatan tersebut didapat dua tahun lalu, usai pertemuan luar biasa di Jakarta.
Jae Hyeok Shin, profesor bidang politik dan hubungan internasional Universitas Korea, mengaku pesimis dengan kondisi Myanmar saat ini. Meskipun, kata Jae, ASEAN telah sekuat tenaga untuk membantu mereka.
"Saya pesimis, karena militer sendiri butuh untuk ‘bertahan’ di Myanmar. Mereka akan melakukan segala sesuatu untuk mempertahankan posisi mereka dan tetap memiliki kekuatan di Myanmar,” kata Jae di Universitas Korea, Seoul.
Kepada 13 jurnalis program Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia, Jae mengakui, sejak disepakatinya 5PC tersebut di Jakarta, pada April 2021 lalu, belum ada kemajuan dari proses implementasi.
"Karena itu akan melukai posisi mereka. Sebaliknya, ASEAN tetap memegang teguh 5PC sebagai acuannya," ucap Jae
Sementara itu, lanjut dia, rakyat Myanmar juga mendesak agar junta militer segera turun dari pemerintahan dan meminta agar pemimpin sipil kembali. Sayangnya, hal ini pun belum membuahkan hasil.
Menurutnya, tak hanya mendesak agar junta turun, tapi rakyat Myanmar juga harus melindungi diri mereka. Bahkan, kata dia, di saat mereka tinggal di negara mereka sendiri.
"Apa yang dilakukan rakyat Myanmar saat ini hanya bekerja sama dan membangun koalisi dengan kelompok etnis untuk melindungi diri mereka dari serangan junta militer," tutur Jae.
Di sisi lain, pemerintah Korsel menyatakan mereka mendukung 5PC tetap menjadi acuan ASEAN untuk membantu memulihkan kondisi Myanmar saat ini.
"Tentu saja, pemerintah Korsel sepenuhnya mendukung dengan sangat kuat 5PC ini, dalam penyelesaian situasi di Myanmar," ujar Wakil Direktur Jenderal ASEAN dan Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Korsel Kim Dong Bae.
Kim mengungkapkan dirinya pernah kerja di Kedutaan Besar Korea Selatan di Myanmar.
Saat itu, kata Kim, Myanmar sedang dalam masa transisi dari militer ke sipil. Ia menyayangkan situasinya berubah dengan cepat. Kim berharap bisa melihat situasi yang semakin baik di Myanmar.
"Dan tentunya negara-negara lain termasuk Amerika Serikat (AS), Jepang dan juga negara-negara Eropa serta Australia dapat membantu Myanmar untuk kembali ke jalur demokrasi," ucapnya.
"Dan di sisi lain, kami sekarang secara konsisten memberikan bantuan kemanusiaan kami untuk warga di sana. Disampaikan melalui organisasi internasional seperti UNDP, UNHCR, dan lain-lain," sambungnya.
Ia menceritakan, Korea Selatan juga pernah berada di posisi Myanmar, yaitu hidup di bawah kediktatoran militer.
"Tetapi kami melakukan cara kami untuk mengedepankan demokrasi. Jadi kami tahu dan kami paham rasanya ada di situasi tersebut," pungkasnya.