- TANAMAN SORGUM PROGRAM JOKOWI MULAI DIPANEN DI LOMBOK TENGAH NTB
- WAPRES PASTIKAN INDONESIA SEGERA KIRIM BANTUAN KEMANUSIAAN GEMPA TURKI
- KBRI ANKARA AKAN EVAKUASI 104 WNI TERDAMPAK GEMPA TURKI DI LIMA LOKASI
- TPNPB-OPM MENGAKU BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBAKARAN PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA
- TPNPB-OPM MENGAKU SANDERA PILOT SUSI AIR KAPTEN PHILIPS ASAL SELANDIA BARU
- KEMENDAGRI DORONG PEMKOT SORONG GENJOT REALISASI APBD SEJAK AWAL TAHUN
- POLRI: PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA DIBAKAR KKB PIMPINAN EGIANNUS KOGOYA
- POLRI PREDIKSI BERITA HOAKS DAN POLITIK IDENTITAS MENINGKAT JELANG PEMILU 2024
- PRESIDEN YAKIN PENURUNAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TIDAK PENGARUHI INVESTOR
- KAPOLRI: TIM GABUNGAN TERUS MENCARI PILOT DAN PENUMPANG SUSI AIR DI NDUGA PAPUA
Pendiri PAN Kirim Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi
Nasional • 9 hours agoPendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Abdillah Toha mengirim surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Surat terbuka ditulis karena cintanya kepada Tanah Air dan hormat kepada Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara. Namun, surat terbuka ini juga bisa sebagai kritik untuk presiden.
"Yang terpenting dalam tulisan singkat ini adalah saya merasa di ujung jabatan Bapak Presiden kita telah mengambil langkah-langkah dan manuver-manuver politik yang membahayakan demokrasi kita," isi surat Abdillah Toha.
Menurut Abdillah Toha, demokrasi yang susah payah dibangun pada reformasi 1998 dalam keadaan bahaya. Demokrasi tersebut menuju keruntuhan.
"Dalam setahun terakhir ini, Bapak tidak lagi konsentrasi pada pekerjaan utama yang dimandatkan rakyat yang harus diakui telah mencapai berbagai kemajuan yang menggembirakan. Tetapi telah bermanuver untuk merusak demokrasi," lanjutnya dalam surat tersebut.
Abdillah Toha menyebut bahwa Presiden Joko Widodo sedang bermanuver untuk merusak demokrasi. Manuver tersebut berupa pembatasan jumlah calon presiden oleh undang-undang dan berbagai perilaku aib yang membahayakan demokrasi.
"Baik langsung oleh Bapak sendiri maupun oleh pembantu-pembantu bapak yang dekat dan bekerja di Istana, yang tidak mungkin dilakukan tanpa sepengetahun dan restu dari orang paling berkuasa di negeri ini, yaitu Presiden RI," ujarnya.